Pengalaman Emosional Saat Bermain Sepak Bola
Ada 2 jenis: dalam kedudukan “memainkan sepakbola” dan “menikmati sepakbola” Menyaksikan( Segenap menyurihkan hidup saya, in a way.
A. Dalam status memainkan
- Masa saya membuat banyak gol dan/atau dengan cantik seperti pemain kelas aspek tapi tim saya tetap Menyerah. Agaknya tuh seperti saya merasa tidak berdaya sebaliknya sudah iba usaha 1000%. Saya tidak Berlawak- lawakan, saya selesei merebut separo gol dengan cukup Menghebohkan, Semampang: dengan bicycle kick Bos( terjungkir dan badan membubung di udara lalu menghalau dan gol deh), cukup sering juga dengan sundulan/tandukan maut selesei berlari cepat jelang arah gawang tanpa dapat ditangkis penjaga gawang yang umpannya datang dari crossing (silang) pemain sayap di pinggiran jauh, atau dengan gocekan maut menjumpai back (pemain pembela belakang) + penjaga gawang yang saya lakukan di luar kesadaran saya Berjuang( begitu saja untuk flow seperti Lionel Messi wkwk). Tetap saja tim saya boleh Tersisih, ini permainan kerja identik tim dan harus mendapat sebanyak-banyaknya gol Tidak( saya saja, tim lawan meski kurang mampu tapi kerja identik cantik dapat gol lebih banyak).
- Punya fans garis tegang tapi tim saya bertekuk lutut meski saya dan tim sudah bermain Apik. Dulu saya juga punya para fans Istri, hampir setiap peperangan mereka datang Melihat, semua di antaranya bahkan suka ngasih saya coklat atau sejenisnya (saya lupa apa saja)! Gaya-gayanya seperti saya tidak menggenapi balik religi dan iman mereka. Di atas jumantara bersisa ada keadaan dan roda kehidupan senantiasa berputar.
- Saya mewarisi bad day (entah di tolak betina yang saya suka, dapat nilai tercela di sekolah, bertikai dengan teman (tidak harus fisik), tidak punya uang Dan sebagainya, lalu saya curahkan emosi dan spirit saya dengan bermain sepakbola. Selepas bermain sepakbola bersama teman-teman/tim saya merasa kurang lebih senang dan semakin fokus. Saya tidak jadi Mampus� diri” deh hehe (cuma berjenaka :p). Lalu saya tutup hari dengan mendengarkan musik waktu dan lirik energi di walkman (dulu termin 90-an) dengan duduk di atas menara, sendirian, sembari menagih badan kering dan rileks sebelum mandi.
Sport (dalam konteks ini bermain sepakbola) minim banyak sudah mengamankan hidup kurun belia saya: tidak bikin saya ‘aneh-aneh’ dan hidup jadi positif :)
B. Dalam letak menikmati (menonton)
- Menyembah taruhan (puluhan dan beberapa ratus ribu) dengan teman kelas lain, kadang mundur berbenturan sekampung beneran Amat( emosional dengan cara harfiah!) Pada era 90-an, nilai uang Rp20–100K gila buncit Betul-betul, dapat untuk bersi kukuh hidup sebulan di perantauan (saya dulu sekolahnya di biara di Jawa Tengah, sementara rumah di Bekasi Jabar). Sporadis di sekolah awak ada peperangan informal sela Teman-teman (sepakbola Pastinya) yang semua Kawan-kawan sejajar ikutan dukung (sumbang taruhan juga). Setelah karena saya pertengahan cidera saya pun jadi tidak ikut main (atau seumpama membawa-bawa kelas lain yang lain kelas saya), jadi saya kecuali boleh melihat deh, tapi tetap ikut taruhan. Sesama anak biara pastinya lebih santai, roboh taruhan itu hal masyarakat dan semua pihak jantan. Yang jadi masalah yakni anak pedalaman setempat itu ikutan juga dan bagi tergelincir nominalnya besar boleh terbangun kekalutan Bersahabat! Dulu melorot biara aku Di serang, aku tawuran cekak karena membela diri mereka datang sosor rame-rame, lalu malamnya biara saya dilempari kerikil dan mercon (tapi pelakunya menghilang di kegelapan malam), polisi pun datang… Itu semua karena ada pihak yang tidak tampung tewas taruhan!
- Saat saya saling banter Mencebik( Bergurau- gurau) dengan 1 teman baik kuliah saya jika tim kegemaran hamba berlawanan (saya Arsenal, dia Manchester United). Dulu persaingan manajernya merupakan Arsene Wenger (Arsenal) vs (Sir Alex Ferguson) kental Benarbenar, terbenam komen-komen memacak di Sarana. Nah galibnya sayqwdasaa dan kawan itu saling mencela juga via SMS dan oral hahaha. Tapi tidak bentrok fisik juga ya. Di situ saya merasakan ‘emosional’, ana dapat berbeda saringan tapi boleh menghargainya dengan proses ejekan-ejekan lucu Terkandung. Hamba terbahak bahagia atas itu. Ini bersi kukuh melorot sekarang, abdi boleh saling Meledek� meski tidak senantiasa identik soal saringan hidup.
- Saat pemain-pemain legendaris Arsenal menua dan pensiun. Pada kala jaya-jayanya Arsenal, saya cinta mati dengan pemain-pemain legendaris seperti: Thierry Henry, Robert Pires, Freddie Ljungberg, Dennis Bergkamp, Patrick Viera, Martin Keown, Jens Lehman, Dan sebagainya! Mereka mainnya ganteng benarbenar dan solid, kepribadiannya pun jauh dari kata hedon dan arogan. Tapi mereka tetaplah jemaah terbuka yang boleh menua, lalu pensiun. Di situ saya sering berpikir, kok aspek sepakbola ngeselin benarbenar sih: usia 33 tahun ke atas itu sudah seperti orang usia 60-an pada kehidupan nyata, sudah harus mundur terstruktur dan lay back enjoy the show. Mengayun sekarang saya bersisa dapat belum menyabet bahan itu, tapi Christiano Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic ialah dua orang pemain sepakbola melumpuhkan alasan saya ini, war biasah!
NB: Sayangnya saya tidak punya dokumentasi apa pun soal hidup saya waktu SMA dulu (terutama saat bermain sepakbola). Dulu belum ada kamera HP atau GoPro seperti sekarang :( Untuk bisa berfoto ria ya harus mengandalkan kamera DSLR manual (itu juga tidak ada teman-teman asrama yang punya / tergerak memiliki punya, meski mereka anak-anak orang berada). Akan tetapi, saya bisa kasih gambar quote ini dari beberapa pemain legendaris Arsenal kesayangan, semoga menginspirasi meski emosional :) Maafkan preferensi saya yang ngasih gambar dari posisi striker, soalnya saya sendiri dulu striker hehe.
Terima kasih pertanyaannya, saya jadi pengen main sepakbola lagi! haha
Nah itulah salah satu pengalaman Emosional yang di rasakan salah satu pembaca kami, menurut kalian bagaimana dengan pengalaman emosinal anda saat bermain sepak bola? Tulis di kolom komentar ya ...
Post a Comment